BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Indonesia merupakan salah satu
negara demokrasi. Demokrasi yang pada hakikatnya merupakan kekuasaan dari
rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Dengan kata lain bahwa dalam negara
demokrasi kedaulatan berada di tangan rakyat yang itu artinya bahwa rakyat
mempunyai peran dan andil yang besar dalam menentukan keputusan-keputusan bagi
negaranya. Hal ini kembali menegaskan bahwa dalam negara demokrasi rakyat ikut
serta dalam proses pengambilan keputusan (decision
making process). Pengambilan keputusan tersebut termasuk dalam memilih
pemimpin mereka agar nantinya mampu memimpin negara mereka sesuai dengan
undang-undang yang berlaku. Demokrasi di Indonesia ialah demokrasi pancasila,
yaitu demokrasi yang berlandaskan atas nilai-nilai yang terkandung dalam
pancasila. Seperti nilai ketuhanan, kemanusiaan (kebebasan), persatuan,
musyawarah mufakat, serta keadilan.
Salah
satu istrumen demokrasi ialah pemilu. Pemilu berusaha mewujudkan cita-cita
demokrasi yakni pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Namun
karena tidak mungkin semua rakyat ikut memerintah, maka diciptakanlah demokrasi
tidak langsung. Rakyat memilih wakilnya untuk memegang pemerintahan dalam
periode tertentu. Namun rakyat tetap bisa menilai apakah mereka pantas dipilih
kembali pada periode berikutnya, atau ditolak karena dinilai gagal pemerintah
secara damai. Pemilu masih dianggap sebagai suatu jalan pelaksanaan demokrasi
di suatu negara karena sejauh ini pemilu dianggap sebagai suatu cara terbaik
yang dapat digunakan dalam memilih seorang pemimpin negara. Bahwa dengan pemilu
jika pilihan rakyat itu di kemudian hari ternyata salah, maka rakyat mesti ikut
bertanggungjawab, misalnya dengan tidak memilihnya lagi, inilah kelebihan
mekanisme demokrasi: verifikasi , cek ulang, dan perbaikan, tidak absolute dan
ditentukan satu atau beberapa orang.
Pemilu
yang ideal hendaknya pemilu yang berdasarkan atas undang-undang yang berlaku.
Dalam undang-undang pemilu No. 10 Tahun 2008 tentang pemilihan anggota dewan
perwakilan rakyat, dewam perwakilan daerah, dan dewan perwakilan rakyat daerah
dalam pasal 5 yang bahwa pemilu dilaksanakan atas asas langsung, umum, bebas,
rahasia, jujur dan adil. enam azas pemilu tersebut sebenarnya telah menjunjung
tinggi nilai demokrasi. Selain itu agar pemilu berjalan secara lancar, aman,
efektif dan efisien hendaknya dalaksanakan dengan suatu sistem. Sistem tersebut
yang dikenal dengan sistem pemilu. Seperti yang tercantum dalam Dalam Undang-Undang
pemilu Nomor 10 Tahun 2008 tentang pemilihan anggota dewan perwakilan rakyat,
dewan perwakilan daerah, dan dewan perwakilan rakyat daerah. Yang tercantum
dalam pasal 5 ayat (1) disebutkan pemilu untuk memilih anggota DPR, DPRD
provinsi, dan DPRD kabupaten / kota dilaksanakan dengan sistem proporsional
terbuka.
Sistem
proporsional terbuka dianggap lebih demokratis jika dibandingkan dengan sistem
proporsional tertutup. Hal ini dikarenakan rakyat dan sebagian para politisi,
menganggap sistem pemilu dengan cara proporsional tertutup anti demokrasi,
kontra produktif dan juga bertentangan dengan cara transparansi yang tengah
dijunjung oleh demokrasi. Dalam sistem proporsional tertutup pemilih
(konstituen) tidak merasa terwakili, karena mereka hanya disodori gambar partai
tanpa mengetahui siapa yang harus mereka pilih. Dengan begitu, rakyat pemilih
tahu yang dipilihnya, tidak seperti membeli kucing di dalam karung, sebagaimana
yang kerap kita lakukan. Dengan sistem proporsional terbuka maka diharapkan
rakyat lebih mengetahui lebih dalam tentang calon wakil rakyatnya. Dengan
begitu dengan sistem ini akan tercipta suatu demokrasi yang lebih kuat karena rakyat lebih bebas memilih wakil
rakyatnya yang akan menyuarakan berbagai aspirasinya di parlemen atau
pemerintahan.
Melihat
begitu baiknya tujuan dari diberlakukannya sistem pemilu proposional terbuka
yang mampu memperkuat sistem demokrasi dari beberapa aspeknya justru dalam
implementasi sebenarnya sistem ini akan menghambat penguatan demokrasi
Indonesia. Dengan sistem proporsional terbuka, yang akan tampil pada Pemilu
hanyalah orang-orang yang cukup dikenal masyarakat atau dikenal konsituennya.
Maka jangan harap akan muncul orang-orang yang tidak dikenal, karena ia pasti
tidak akan dipilih rakyat. Menurut Pramono, “jika sistem pemilu masih tetap
menggunakan sistem proporsional terbuka, maka yang muncul orang-orang yang
populer dan tidak akan mengubah wajah DPR saat ini”. Jadi, meskipun rakyat
diberi kebebasan dalam memilih nama calon legislatif kalau calon tersebut
orang-orang lama hal ini juga akan mengakibatkan kebebasan tersebut tak ada
artinya.
Selain itu, pemilu dengan sistem
proporsional terbuka juga akan mengakibatkan menguatnya ideologi pasar disertai
dengan melemahnya ideologi partai politik. Melemahnya ideologi partai ini akan
memunculkan suatu perjuangan individualisme partai. Hal ini terlihat dari
semakin membesarnya dana kampanye dari setiap calon legislatif. Sejak
diberlakukannya sistem ini biaya kampanye caleg rata-rata meningkat hingga tiga
setengah kali lipat, yaitu berkisar dari 200 juta sampai 6 miliar rupiah. Dana
kampanye ini akan terus meningkat jika sisten ini tetap dipertahankan. Hal ini
juga mengakibatkan tergesernya para aktivis partai oleh pengusaha-pengusaha
yang memiliki dana yang lebih besar. Hal lain yang akan menghambat penguatan
demokrasi dari sistem proporsional terbuka ini ialah menjadikan partai politik
hanya sebagai kemasan para caleg. Maka faktor pencitraan dan popularitas dari
setiap caleg akan sangat menonjol pada sistem ini. Hal tersebut dapat dilihat
dari maraknya para artis yang maju sebagai calon legislatif serta meningkatnya
pemberitaan atau pencitran seorang tokoh di berbagai media massa.
Persoalan lain yang akan menghambat
demokarasi terkait pelaksanaan sistem proporsional terbuka ialah melemahnya
kinerja dari anggota dewan yang terpilih. Menurut Wakil Ketua MPR RI,
Hajriyanto Y Thohari menilai, saat ini para anggota dewan telah kehilangan etos
parlementarianismenya. "Yang masuk ke DPR, tak punya etos dan bahkan tak
ada pemahaman yang cukup," katanya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa
pada sistem proporsional terbuka caleg yang terpilih belum tentu memiliki
kapasitas dan kapabilitas yang sesuai sebagai anggota dewan. Bisa saja mereka
hanya memanfaatkan popularitas dan kekayaannya untuk dapat duduk di parlemen,
bukan karena kemampuaannya serta visi misinya dalam menyuarakan aspirasi
rakyat. "Bahkan ada teman saya yang dua kali jadi anggota dewan tak pernah
bersuara, dikutip koran saja belum pernah, Eh tiba-tiba masuk koran karena sudah
meninggal dunia," kata Hajriyanto. Sedangkan Boni Hargens mengatakan
demokrasi di Indonesia sudah dirampas kapitalis dan dirampas kekuasaan.
Yang
tak kalah penting untuk disoroti dari sistem pemilu ini adalah proses
rekruitmen partai politik. "Jadi selama sistemnya tak berubah, maka isinya juga
tak akan sama. Persoalan rekrutmen di parpol juga menjadi masalah
sendiri," kata Pramono. Mengenai sistem pemilu
Norris menjelaskan bahwa rekrutmen seorang kandidat oleh partai politik
bergantung pada sistem pemilu yang berkembang di suatu negara. Di Indonesia,
pemilihan legislatif (DPR, DPRD I, dan DPRD II) menggunakan sistem proporsional
dengan daftar terbuka. Lewat sistem semacam ini, partai-partai politik
cenderung mencari kandidat yang populer sehingga punya elektabilitas yang
tinggi di mata para pemilih. Hal ini pula yang mendorong banyak artis
(sinetron, lawak, penyanyi) yang tergiur untuk bergabung ke dalam sebuah partai
politik.
Melihat berbagai
persoalan yang menghambat penguatan demokrasi dari sistem pemilu proporsional
terbuka ini yang seharusnya sistem ini mampu memperkuat sistem demokrasi di
Indonesia, maka sangatlah penting bagi kita untuk membahas masalah ini lebih
dalam. Kita sebagai pemilih pemula harus lebih cerdas dan cermat dalam
menentukan calon legislatif mana yang mempunyai kapasitas dan kapabilitas
memadai. Jangan sampai kita justru terjerumus dengan permainan politik di
negeri ini yang semakin gencar dengan adanya money politik. Oleh karena itu
saya selaku penulis mengangkat sebuah judul Sistem Pemilu Proporsional
Terbuka Menghambat Penguatan Demokrasi Indonesia. Dengan demikian
diharapkan kita akan mengetahui apa yang sebenarnya membuat sistem ini terkesan
kontradiktif dengan tujuan dari diberlakukannya sistem ini serta mencoba
mencari solusi terbaik apa untuk mengatasi masalah ini,
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pembatasan
Istilah
Dalam penulisan makalah ini saya memberikan batasan
serta pengertian-pengertiam dari istilah-istilah berikut ini:
1.
Pemilu dan Sistem
Pemilu
Dalam demokrasi klasik, pemilu merupakan
suatu Transmission of Belt sehingga kekuasaan yang
berasal dari rakyat dapat beralih menjadi kekuasaan negara yang kemudian
menjelma dalam bentuk wewenang pemerintah untuk memerintah dan mengatur rakyat.
Berikut ini adalah beberapa pendapat para ahli mengenai definisi pemilu.
·
Moh.
Kusnardi dan Harmaily
Ibrahim: pemilihan
umum tidak lain adalah suatu cara untuk memilih wakil-wakil rakyat. Dan
karenanya bagi suatu negara yang menyebut dirinya sebagai negara demokrasi,
pemilihan umum itu harus dilaksanakan dalam wakru-waktu tertentu.
·
Bagir
Manan: Pemilhan umum yang diadakan dalam siklus lima (5) tahun sekali
merupakan saat atau momentum memperlihatkan secara nyata dan langsung
pemerintahan oleh rakyat. Pada saat pemilihan umum itulah semua calon yang
diingin duduk sebagai penyelenggara negara dan pemerintahan bergantung
sepenuhnya pada keinginan atau kehendak rakyat.
Sedangkan sistem pemilu sendiri adalah metode yang
mengatur dan memungkin warga negara memilih para wakil rakyat diantara mereka
sendiri. Metode berhubungan dengan prosedur dan aturan merubah (
mentransformasi ) suara ke kursi dilembaga perwakilan. Mereka sendiri maksudnya
yang memilih maupun yang hendak dipilih merupakan bagian dari satu entitas yang
sama.
Terdapat komponen-komponen atau bagian-bagian yang
merupakan sistem tersendiri dalam melaksanakan pemilihan umum, antara lain:
Ø Sistem pemilihan.
Ø Sistem pembagian daerah pemilihan.
Ø Sistem hak pilih.
Ø Sistem pencalonan.
2.
Demokrasi
Demokrasi adalah bentuk pemerintahan yang semua warga negaranya memiliki
hak setara dalam pengambilan keputusan yang dapat mengubah hidup mereka.
Demokrasi mengizinkan warga negara berpartisipasi, baik secara langsung atau
melalui perwakilan dalam perumusan, pengembangan, dan pembuatan hukum. Demokrasi
mencakup kondisi sosial, ekonomi, dan budaya yang memungkinkan adanya praktik kebebasan politik secara
bebas dan setara. Kata demokrasi berasal dari bahasa Yunani (dēmokratía) yang artinya
"kekuasaan rakyat", yang terbentuk dari kata dêmos atau
"rakyat" dan kratos atau "kekuatan" atau
"kekuasaan". Sedangkan menurut beberapa ahli, antara lain:
·
C.F. Strong
Demokrasi
adalah Suatu sistem pemerintahan di mana mayoritas anggota dewan dari
masyarakat ikut serta dalam politik atas dasar sistem perwakilan yang menjamin
pemerintah akhirnya mempertanggungjawabkan tindakan-tindakannya pada mayoritas
tersebut.
·
Rifhi Siddiq
Demokrasi
adalah suatu bentuk pemerintahan yang kedaulatannya dipegang oleh rakyat
bertujuan mensejahterakan rakyat dan hak dan kewajiban rakyatnya diakui secara
hukum ketatanegaraan.
Ada dua bentuk demokrasi, yaitu
demokrasi langsung dan demikrasi perwakilan. Sedangkan yang dilaksanakan di
Indonesia adalah demokrasi perwakilan. Dalam
demokrasi perwakilan, seluruh rakyat memilih perwakilan melalui pemilihan umum
untuk menyampaikan pendapat dan mengambil keputusan bagi mereka. Selain itu dalam demokrasi juga dijunjung tinggi beberapa prinsip
demikrasi, anatara lain:
2.
Pemerintahan
berdasarkan persetujuan dari yang diperintah;
6.
Pemilihan yang bebas,
adil dan jujur;
8.
Proses hukum yang
wajar;
3.
Sistem Pemilu
Proporsional Terbuka
Secara umum ada dua macam sistem pemilu
yang sering digunakan, yaitu sitem distrik dan proporsional (berimbang). Namun
di sini saya hanya membatasi pada sistem proporsional (berimbang). Sistem
proposional (berimbang) merupakan salah satu sistem pemilu, di mana kursi-kursi
di lembaga perwakilan rakyat dibagikan kepada tiap-tiap partai politik,
disesuaikan dengan prosentase atau pertimbangan jumlah suara yang diperoleh
tiap-tiap partai politik. Dalam sistem terbagi menjadi dua macam, yaitu terbuka
dan tertutup. Sistem proporsional terbuka ialah memberikan keleluasaan bagi
pemilih untuk memilih nama calon legislatif yang akan mereka pilih. Karena
selain disodori gambar partai dalam sistem proporsional terbuka pemilih juga
disodori daftar nama-nama calon legislatif. Hal ini berbeda dengan sistem
pemilu proporsional tertutup. Dalam sistem tertutup pemilih hanya disodori
gambar partai sedangkan nama-nama anggota legislatif yang akan duduk di
parlemen akan ditentukan oleh partai politik itu sendiri sesuai dengan prosentase
kursi yang diperoleh.
B.
Manfaat
Pemilu
Pemilu dipandang sebagai bentuk yang paling nyata
dari bentuk kedaulatan berada di tangan rakyat serta wujud paling konkret
partisipasi rakyat dalam penyelenggaraan negara. Oleh karena itu, sistem dan penyelenggaraan
pemilu selalu menjadi perhatian utama karena melalui penataan, sistem dan
kualitas penyelenggaraan pemilu diharapkan dapat benar-benar mewujudkan
pemerintahan dari, oleh dan untuk rakyat. Penyelenggaraan Pemilu sangatlah
penting bagi suatu negara, hal ini disebabkan karena :
·
Pemilu merupakan sarana
perwujudan kedaulatan rakyat.
·
Pemilu merupakan sarana
untuk melakukan penggantian pemimpin secara konstitusional.
·
Pemilu merupakan sarana
bagi pemimpin politik untuk memperoleh legitimasi.
·
Pemilu merupakan sarana
bagi rakyat untuk berpartisipasi dalam proses politik.
C.
Sistem
Pemilu di Indonesia
Sampai tahun 2009 bangsa indonesia sudah sepuluh kali
pemilihan umum diselenggarakan, yaitu dari tahun 1955, 1971,1977, 1982, 1992,
1997, 2004 dan terakhir 2009. semua pemilihan umum tersebut tidak
diselenggarakan dalam situasi yang vacuum, melainkan berlangsung didalam
lingkungan yang turut menentukan hasil pemilihan umum tersebut. Dari pemilu
yang telah dilaksanakan juga dapat diketahui adanya upaya untuk mencari sistem
pemilihan umum yang cocok untuk Indonesia.
1. Zaman Demokrasi Parlementer (1945-1959)
Pada
masa ini pemilu dilaksanakan oleh kabinet Baharuddin Harahap pada tahun 1955.
Pada pemilu ini pemungutan suara dilakukan dua kali yaitu yang pertama untuk memilih
anggota DPR pada bulan September dan yang kedua untuk memilih anggota
Konstituante pada bulan Desember. Sistem yang digunakan pada masa ini adalah
sistem proporsional.
Dalam
pelaksanaannya berlangsung dengan khidmat dan sangat demokratis tidak ada pembatasan
partai-partai dan tidak ada usaha dari pemerintah mengadakan intervensi
terhadap partai kampanye berjalan seru. Pemilu menghasilkan 27 partai dan satu
perorangan berjumlah total kursi 257 buah.
Namun
stabilitas politik yang sangat diharapkan dari pemilu tidak terwujud. Kabinet
Ali (I dan II) yang memerintah selama dua tahun dan yang terdiri atas koalisi
tiga besar: Masyumi, PNI, dan NU ternyata tidak kompak dalam menghadapi
beberapa persoalan terutama yang terkait dengan konsepsi Presiden Soekarno
zaman Demokrasi Parlementer berakhir.
2. Zaman Demokrasi Terpimpin (1959-1965)
Setelah
pencabutan Maklumat Pemerintah pada bulan November 1945 tentang kebebasan untuk
mendirikan partai, Presiden Soekarno mengurangi jumlah partai menjadi 10 buah
saja. Di zaman Demokrasi Terpimpin tidak diadakan pemilihan umum.
3.
Zaman Demokrasi Pancasila
(1965-1998)
Setelah
runtuhnya rezim Demokrasi Terpimpin yang semi-otoriter, masyarakat menaruh
harapan untuk dapat mendirikan suatu sistem politik yang demokrati dan stabil. Usaha
yang dilakukan untuk mencapai harapan tersebut diantaranya melakukan berbagai
forum diskusi yang membicarakan tentang sistem distrik yang masih baru bagi
bangsa Indonesia.
Pendapat
yang dihasilkan dari seminar tersebut menyatakan bahwa sistem distrik dapat
mengurangi jumlah partai politik secara alamiah tanpa paksaan, dengan harapan
partai-partai kecil akan merasa berkepentingan untuk bekerjasama dalam usaha
meraih kursi dalam suatu distrik. Berkurangnya jumlah partai politik diharapkan
akan membawa stabilitas politik dan pemerintah akan lebih berdaya untuk
melaksanakan kebijakan-kebijakannya, terutama di bidang ekonomi.
Karena
gagal menyederhanakan sistem partai lewat sistem pemilihan umum, Presiden
Soeharto mulai mengadakan beberapa tindakan untuk menguasai kehidupan
kepartaian. Tindakan pertama yang dilakukan adalah mengadakan fusi diantara
partai-partai, mengelompokkan partai-partai dalam tiga golongan yaitu Golongan
Spiritual (PPP), Golongan Nasional (PDI), dan Golongan Karya (Golkar).
Pemilihan umum tahun1977 diselenggarakan dengan menyertakan tiga partai, dalam
perolehan suara terbanyak Golkar selalu memenangkannya.
4. Zaman Reformasi (1998- 2009)
Ada satu lembaga
baru di dalam lembaga legislatife, yaitu DPD (dewan perwakilan daerah). Untuk
itu pemilihan umum anggota DPD digunakan Sistem Distrik tetapi dengan wakil
banyak (4 kursi untuk setiap propinsi). Untuk pemilihan anggota DPR dan DPRD
digunakan sistem proposional dengan daftar terbuka, sehingga pemilih dapat
memberikan suaranya secara langsung kepada calon yang dipilih. Dan pada tahun
2004, untuk pertama kalinya diadakan pemilihan presiden dan wakil presiden
secara langsung, bukan melalui MPR lagi. Sistem yang sama yaitu sistem
proporsional terbuka juga akan diterapkan pada pemilu tahun 2014 mendatang.
D.
Bentuk-Bentuk
Penghambat Penguatan Demokrasi di Indonesia dalam Pelaksanaan Sistem Pemilu
Proporsional Terbuka
Pada dasarnya pelaksanaan sistem pemilu proporsional
terbuka bertujuan untuk memperkuat kesan demokrasi di Indonesia. Karena dengan sistem
ini pemilu dianggap lebih transparan dan terbuka, karena memberi kebebasan bagi
pemilih untuk menentukan nama calon yang akan mereka pilih. Sistem proporsional
sebenarnya memiliki beberapa kelebihan antara lain:
·
Dianggap
lebih mewakili suara rakyat karena perolehan suara partai sama dengan
persentase kursinya di parlemen.
·
Setiap
suara dihitung dan tidak ada yang terbuang, hingga partai kecil dan minoritas
bisa mendapat kesempatan untuk menempatkan wakilnya di parlemen. Hal ini sangat
mewakili masyarakat heterogen dan pluralis.
Namun
faktanya yang terjadi di Indonesia sistem ini justru terkesan menghambat
penguatan demokrasi. Hal tersebut terlihat dengan adanya berbagai persoalan
dari diberlakukannya sistem ini. Sistem ini seakan tidak berjalan sebagaimana
mestinya. Adapun bentuk-bentuk penghambat penguatan demokrasi dari sistem
proporsional terbuka ini antara lain:
1.
Pemilu hanya akan
menampilkan calon-calon dari publik figur yang telah dikenal masyarakat. Maka
jangan heran jika calon yang tidak terkenal akan memperoleh suara yang sedikit.
Hal ini mengakibatkan sulitnya terjadi pergantian orang-orang yang duduk di
parlemen. Dengan sistem ini akan sulit merubah orang-orang yang duduk di
parlemen, sehingga wajah parlemen akan sulit berubah meskipun dilakukan pemilu.
2.
Menguatnya ideologi
pasar disertai dengan melemahnya ideolegi partai. Pemilu ang seharusnya menjadi
sarana untuk melakukan perbaikan pemerintahan oleh pemerintahan yang baru
terhadap pemerintahan yang lama justru cenderung menjadi lahan bisnis bagi para
pelaku politik. Hal ini dapat dilihat dari membesarnya dana kampanye bagi
setiap calon-calon legislatif, sehingga muncul anggapan bahwa orang yang
memiliki dana kampanye paling besar dapat menjadi pemenang. Dampaknya, hal ini
akan mengakibatkan suatu praktek moneypolitic di masyarakat. Kebebasan suara
dari masyarakat seakan bisa terbeli dengan uang. Inilah yang menjadi suatu
penghambat penguatan demokrasi di Indonesia.
3.
Partai politik hanya
terkesan sebagai kemasan para caleg. Hal ini dapat terlihat dari pelaksanaan
pemilu tahun 2009 yang lalu yang banyak memunculkan para publik figur terkenal
seperti, penyanyi, artis, pelawak, dll. Fenomena ini membuktikan bahwa partai
politik hanya sebagai kemasan dari calon-calon ini. Sedangkan calon-calon yang
diusung oleh partai politik ini belum tentu memiliki kapasitas dan kapabilitas
memadai sebagai anggota legislatif. Ini kembali menegaskan bahwa sistem pemilu
proporsional terbuka telah menghambat penguatan demokrasi di Indonesia melalui
penyelewengan fungsi partai-partai politik di negara demokrasi.
4.
Melemahnya kinerja dari
anggota dewan yang terpilih dari sistem pemilu ini. Anggota dewan (legislatif)
yang seharusnya sebagai wakil masyarakat yang duduk di parlemen sebagai
penyalur aspirasi rakyatnya dan memperjuangkan hak-hak rakyatnya, justru kurang
mampu melaksanakan tugasnya sebagaimana mestinya. Anggota dewan cenderung lebih
mementingkan kepentingan pribadi dibandingkan kepentingan masyarakat. Hal ini
dikarenakan para anggota dewan berusaha mencari modal kembali yang dikeluarkan
saat pemilu. Ini membuktikan bahwa anggota dewan telah kehilangan etos
parlementarianismenya. Fenomena ini kembali menegaskan bahwa sistem pemilu ini
telah menghambat penguatan demokrasi melalui lunturnya hakikat demokrasi
perwakilan yang berlaku di Indonesia.
Dari beberapa
penjelasan di atas sebenarnya telah menggambarkan bahwa sistem proporsional
terbuka telah mengakibatkan terhambatnya penguatan demokrasi di Indonesia.
Sebenarnya masih banyak permasalahan lain dari sistem ini, baik itu yang
berkaitan dengan sosial, budaya, maupun ekonomi. Tetapi nampaknya sudah cukup
jelas dengan empat bentuk permasalahan yang telah dipaparkan di atas untuk
menggambarkan pelaksanaan sistem pemilu proporsional terbuka di Indonesia.
E.
Faktor-faktor
Penyebab Masalah Tersebut
Setiap permasalahan tidak akan muncul dengan
tiba-tiba tanpa suatu sebab. Termasuk beberapa permasalahan yang telah
dipaparkan sebelumnya terkait pelaksanaan sistem pemilu proporsional terbuka
yang disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain:
1.
Tidak berfungsinya
partai-partai politik sebagaimana mestinya
Salah
satu faktor yang menyebabkan permasalahan ini muncul dari partai politik yang
merupakan pihak yang mempunyai andil besar dalam pemilihan umum. Partai politik
yang merupakan faktor utama dalam pelaksanaan pemilu memiliki beberapa fungsi
antara lain:
a. Partai
politik sebagai sarana komunikasi politik
Salah
satu fungsi partai politik ialah komunikasi politik, yaitu menyalurkan berbagai
pendapat dan aspirasi masyarakat serta mengelolanya untuk kesejahteraan
masyarakat. Selain itu juga untuk menyampaikan berbagai kebijakan-kebijakan
yang dibuat oleh pemerintah kepada masyarakat. Kegagalan fungsi ini terkait
dengan pelaksanaan sistem pemilu proporsional terbuka dapat dilihat dari partai
politik yang tidak sepenuhnya mampu mengkomunikasikan kebijakan ini kepada
masyarakat. Karena di dalam partai politik telah terjadi individualisme kader
sehingga para kader partai cenderung lebih sering melakukan kampanye pribadi
dibandingkan dengan komunikasi politik terhadap masyarakat.
b. Partai
politik sebagai sarana sosialisasi politik
Di
samping sebagai komunikasi politik, partai politik juga berfungsi sebagai
sarana sosialisasi politik. Sosialisasi politik diartikan sebagai proses
melalui mana seseorang memperoleh sikap dan orientasi terhadap fenomena politik
yang umumnya berlaku di dalam masyarakat. Maka dari itu di samping sebagai
solidaritas dengan partai, partai politik juga mendidik anggota-anggotanya
menjadi manusia yang sadar akan tanggungjawabnya sebagai warga negara dan
menempatkan kepentingan sendiri di bawah kepentingan nasional. Namun fungsi ini
seakan gagal di Indonesia. Partai politik di Indonesia hanya berperan sebagai
kemasan bagi para caleg, sehingga partai politik yang seharusnya dapat menjadi
sarana belajar bagi para kader tidak pernah terlaksana.
c. Partai
politik sebagai sarana rekruitmen politik
Fungsi
partai politik yang selanjutnya adalah sebagai sarana rekruitmen politik. Yaitu
memilih para kader dan mendidiknya sedemikian rupa agar nantinya mampu menjadi
kader partai yang profesional dengan segala kapasitas dan kapabilitasnya. Namun
rekruitmen politik ini dapat dikatakan sebagai faktor utama yang menyebabkan
pemilu proporsional terbuka menghambat penguatan demokrasi. Karena partai hanya
merekrut kader untuk dijadikan caleg didasarkan atas unsur popularitas dan
kemampuan dana semata tanpa melihat kemampuan orang tersebut. Selain itu proses
pendidikan dalam partai yang gagal menambah nyata bahwa partai hanya melakukan
tugasnya secara instan.
d. Partai
politik sebagai sarana pengatur konflik
Di
negara demokrasi, persaingan dan perbedaan pendapat dalam masyarakat merupakan
suatu hal yang wajar. Di sinilah peran partai poltik untuk meredam perbedaan
tersebut agar jangan sampai terjadi konflik. Namun yang terjadi di lapangan
partai politik hanya mementingkan kepentingan partainya sehingga membuat
perbedaan pendapat tersebut semakin kontras. Hal ini menggambarkan bahwa fungsi
partai politik ini telah gagal.
2.
Kurangnya Pengetahuan
Masyarakat akan Politik
Masyarakat
selaku konstituen (pemilih) juga merupakan faktor yang menentukan apakah pemilu
dapat berjalan sesuai dengan tujuan yang diharapkan atau tidak. Oleh karena itu
partisipasi politik dari mayarakat yang proaktif sangat menetukan jalannya pemilu
proporsional terbuka ini. Masyarakat dituntut cerdas dalam memilih calon
legislatif yang dianggap mempunyai kemampuan yang memadai. Namun yang terjadi
di Indonesia saat ini adalah sikap pragmatis dan apatis masyarakat terhadap
pemilu. Keadaan ini tercermin di berbagai hal antara lain:
·
Masyarakat yang
cenderung lebih memandang calon legislatif dari sisi popularitasnya tanpa mau
mengetahui latar belakang, visi serta misi dari calon tersebut. Sehingga yang
terjadi pada sistem pemilu proporsional terbuka ialah calon-calon legislatif
yang kebanyakan dari publik figur yang terkenal. Seperti artis, pelawak,
penyanyi, dll.
·
Masyarakat yang mudah
dibeli suaranya dengan uang. Keadaan ekonomi masyarakat Indonesia yang sulit
membuat pengetahuan politik masyarakat rendah. Hal ini mengakibatkan mudahnya
praktek moneypolitik di Indonesia. Oleh karena itu, selain faktor popularitas,
faktor kemampuan dana juga sangat diperhitungkan dalam sistem pemilu
proporsional terbuka. Sehingga memunculkan nama-nama caleg dari kalangan
pengusaha.
F.
Solusi
yang dapat Dilakukan untuk Mengatasi Masalah Tersebut
Suatu
masalah pasti dapat diselesaikan dengan solusi-solusi tertentu. Termasuk
masalah sistem pemilu proporsional terbuka ini yang dalam pelaksanaannya justru
menghambat penguatan demokrasi di Indonesia. Solusi-solusi tersebut sebenarnya
hanya dapat menyelesaikan masalah jika didukung oleh berbagai pihak yang
terkait. Solusi tersebut antara lain:
1.
Menertibkan kembali
fungsi partai politik sebagaimana mestinya
Solusi
ini akan berjalan dan dapat menyelesaikan masalah jika partai politik juga mau
melakukan fungsinya secara benar sesuai fungsi-fungsi partai politik. Jika
partai politik dapat menjalankan fungsi-fungsinya dengan baik bukan tidak
mungkin jika yang menjadi tujuan dari sistem pemilu ini dapat tercapai.
2.
Memberikan pengetahuan
politik kepada masyarakat
Sosialisasi
politik merupakan faktor yang dapat mempengaruhi pengetahuan politik dari
masyarakat. Hal ini juga harus didukung oleh berbagai pihak, baik itu partai
politik, pemerintah, dan masyarakat itu sendiri. Karena tanpa adanya sinergi
dari berbagai pihak tersebut solusi ini tidak akan mampu menyelesaikan masalah
sistem pemilu proporsional tersebut. Karena jika masyarakat memiliki
pengetahuan yang tingi akan politik bukan tidak mungkin masyarakat akan cerdas
dalam menentukn pilihan terhadap calon legislatifnya.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari pembahasan yang telah dipaparkan sebelumnya
maka saya selaku penulis menarik beberapa kesimpulan yang antara lain:
1. Sistem
proposional (berimbang) terbuka merupakan salah satu sistem pemilu, di mana
kursi-kursi di lembaga perwakilan rakyat dibagikan kepada tiap-tiap partai
politik, disesuaikan dengan prosentase atau pertimbangan jumlah suara yang diperoleh
tiap-tiap partai politik dengan mencantumkan nama-nama calon-calon legislatif
yang diusung oleh masing-masing partai politik untuk memberi kebebasan kepada
pemilih untuk mengetahui dan memilih nama calon legislatifnya.
2.
Bentuk-bentuk
penghambat penguatan demokrasi dari sistem proporsional terbuka ini antara
lain:
·
Pemilu hanya akan
menampilkan calon-calon dari publik figur yang telah dikenal masyarakat.
·
Menguatnya ideologi
pasar disertai dengan melemahnya ideolegi partai.
·
Partai politik hanya
terkesan sebagai kemasan para caleg.
·
Melemahnya kinerja dari
anggota dewan yang terpilih dari sistem pemilu ini.
3. Faktor
yang menyebabkan permasalahan dalam pelaksanaan sistem pemilu proporsional
terbuka, antara lain:
· Tidak
berfungsinya partai-partai politik sebagaimana mestinya
· Kurangnya
Pengetahuan Masyarakat akan Politik
4. Solusi
yang dapat Dilakukan untuk Mengatasi Masalah Tersebut, antara lain:
· Menertibkan
kembali fungsi partai politik sebagaimana mestinya
· Memberikan
pengetahuan politik kepada masyarakat
B.
Saran
Dari paparan makalah tersebut penulis memberi
beberapa saran kepada beberapa pihak untuk mengatasi masalah sistem pemilu
proporsional terbuka, antara lain:
1.
Kepada pemerintah yang
membuat kebijakan tentang sistem pemilu proporsional terbuka ini seharunya
lebih mematangkan pelaksanaan sistem pemilu ini baik dari segi teknis maupun
non teknisnya serta membuat undang-undang yang mengatur tentang prasyarat agar
melaporkan dana kampanyenya.
2.
Partai-partai politik
seharusnya menjalankan fungsi-fungsinya sebagaimana mestinya, yakni sebagai
sarana komunikasi, sosialisasi, dan rekruitmen politik serta mampu menjadi
perdam konflik di masyarakat.
3.
seharusnya KPU (Komisi
Pemilihan Umum) berperan untuk meminta laporan dana kampanye. Karena ditakutkan
dana kampanye yang banyak akan mengindikasikan tindakan korupsi.
4.
Kepada masyarakat
khususnya para pemilih (konstituen) seharusnya mampu berperan atau
berpartisipasi politik secara cerdas, yakni dengan memilih para caleg yang
berdasarkan atas kemampuannya dan latar belakanganya. Bukan berdasar atas popularitas
dan uang semata.
DAFTAR PUSTAKA
Akbar, Renaldy. (2013). Rekonstruksi Sistem Pemilu 2014 untuk Siapa?.
Diperoleh dari http://politik.kompasiana.com pada
2 Juni 2013
Budiarjo, Miriam. (1982). Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: PT.
Gramedia
Henni. (2012). Sistem Pemilu di Indonesia. diperoleh dari http://hennidamanik.blogspot.com/ pada 2 Juni 2013
Pramono Usulkan Sistem Gabungan
Proporsional Terbuka.
(2013). Diperoleh dari http://www.suarapembaruan.com pada
2 Juni 2013
Proporsional Terbuka Hambat
Penguatan Sistem Demokrasi.
(2013). Diperoleh dari http://www.suarapembaruan.com pada
2 Juni 2013
1 komentar
terimakasih informasinya sangat bermanfaat. Kunjungi website bongkar pasang rak solusi rak pergudangan anda
Posting Komentar