STRATEGI
ATAU PERENCANAAN UNTUK MELEPASKAN DIRI DARI NEOLIBERALISME
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang Masalah
Masalah ekonomi adalah masalah yang dianggap sebagian besar
masyarakat sebagai masalah terpenting dalam penyelenggaraan suatu negara. Dalam
hal ini negara-negara berkembang maupun negara-negara maju akan berlomba-lomba
untuk melakukan pembangunan ekonomi dalam rangka mewujudkan kesejahteraan warga
negaranya. Pembangunan Ekonomi ini bisa diartikan sebagai kegiatan-kegiatan
yang dilakukan suatu negara untuk mengembangkan kegiatan ekonomi dan taraf
hidup masyarakatnya. Dapat pula pembangunan ekonomi diartikan sebagai suatu
proses yang menyebabkan pendapatan per kapita penduduk suatu negara meningkat
dalam jangka panjang dimana pertumbuhan pendapatan perkapitanya melebihi
pertumbuhan penduduknya serta dibarengi dengan perubahan struktur ekonomi dalam
masyarakat. Pembangunan ekonomi ini mempunyai 7 persyaratan dasar diantaranya,
pembangunan ekonomi atas dasar kekuatan sendiri, menghilangkan
ketidaksempurnaan pasar, perubahan struktural, pembentukan modal, kriteria
investasi yang tepat, persyaratan sosio-budaya, dan administrasi.
Pelaksanaan pembangunan ekonomi itu sendiri pasti tidak akan
terlepas dari yang namanya permasalahan-permasalahan. Permasalahan yang sering
terjadi dalam pelaksanaan pembangunan ekonomi adalah tingkat pertumbuhan dan
pemerataan dalam suatu negara. Pertumbuhan merupakan kenaikan Gross Domestic Product
(GDP) atau Gross National Product (GNP) tanpa memandang apakah kenaikan itu
lebih besar dari tingkat pertumbuhan penduduk atau apakah perubahan struktur
ekonomi terjadi/tidak. Pertumbuhan ini sudah dijadikan sebagai pedoman atau
pandangan hidup oleh suatu negara dimana jatuh bangunnya negara tergantung dari
tingkat pertumbuhan tersebut. Faktor utama atau komponen pertumbuhan ekonomi
dalam masyarakat sendiri antara lain akumulasi modal yang meliputi semua
investasi baru pada tanah, peralatan fisik dan sumber daya manusia; pertumbuhan
penduduk dan angkatan kerja; dan kemajuan teknologi. Jika kita melihat kondisi
di Indonesia, bisa kita katakan bahwa pertumbuhan perekonomian di Indonesia ini
sangat lambat yang mengakibatkan tidak tercapainya pemerataan di antara
masyarakat Indonesia.
Pemerataan sendiri bisa diartikan sebagai kekayaan keseluruhan yang
dimiliki atau yang diproduksi oleh suatu negara itu dimiliki merata oleh semua
warga negara tidak hanya dimiliki oleh mereka yang kaya saja. Di Indonesia pemerataan
masih belum dapat terlaksanakan. Kita masih dapat melihat
ketimpangan-ketimpangan ekonomi di masyarakat. Dalam artian masih ada jurang
luas yang memisahkan antara si kaya dengan si miskin dimana fakta yang terjadi
dalam masyarakat Indonesia adalah yang kaya akan semakin kaya dan yang miskin
akan semakin miskin.
Ketidakmerataan pendapatan di Indonesia bisa disebabkan oleh
berbagai macam hal antara lain, pertama, pertambahan penduduk yang tinggi.
Seperti yang kita ketahui bahwa pertumbuhan penduduk di Indonesia ini tergolong
tinggi dimana per tahunnya terjadi suatu peningkatan jumlah penduduk. Hal ini
disebabkan masih rendahnya tingkat pendidikan masyarakat Indonesia, selain itu
masih dipercayainya anggapan bahwa banyak anak itu banyak rezeki. Pertumbuhan
penduduk di Indonesia ini yang menjadi hambatan dalam proses pembangunan dimana
ekonomi Indonesia mengalami kekurangan modal sedangkan tenaga kerjanya
melimpah. Kedua, tidak meratanya pembangunan antar daerah. Fenomena ini yang
paling mencolok jika kita melihat kondisi di Indonesia. Kita dapat melihat
bahwa pemerintah Indonesia hanya fokus dalam membangun pusat-pusat pertumbuhan,
perkotaan, pusat negara, pusat industri dan pusat perdagangan saja tanpa
memperhatikan daerah-daerah yang lain. Sebagai contoh ketimpangan antara pulau
Jawa dengan pulau-pulau lainnya. Ketiga, investasi berlebihan pada
proyek-proyek padat modal yang mengakibatkan adanya penambahan jumlah
pengangguran. Seharusnya dalam melakukan investasi, pemerintah bisa membagi
sama rata antara proyek padat modal dengan proyek padat karya sehingga
tenaga-tenaga kerja pun dapat diserap oleh proyek padat karya tersebut.
Keempat, rendahnya mobilitas sosial. Kelima, pelaksanaan kebijakan subtitusi
impor. Kebijakan subtutusi impor sendiri adalah kebijakan untuk memproduksi
barang-barang yang di impor dengan tujuan untuk menghemat devisa negara. Namun
pada kenyataannya, jika diukur dengan harga pasar satu unit produk akhir
subtitusi impor ini akan lebih tinggi jika mengimpor satu unit produk yang sama.
Jadi devisa yang dikeluarkan malah justru lebih banyak dari devisa yang
dihemat. Keenam, memburuknya nilai tukar rupiah (term of trade). Ketujuh,
hancurnya industri-industri kerajinan rakyat atau rumah tangga. Hancurnya
industri kerajinan rakyat atau industri rumah tangga ini disebabkan oleh ketidakmampuan
mereka dalam bersaing dengan barang-barang impor dengan kualitas tinggi dan
harga yang lebih murah dari barang yang mereka produksi. Pemerintah dalam hal
ini diharapkan dapat memberikan proteksi terhadap industri-industri tersebut.
Dalam mengatasi ketidakmerataan dalam hal ini ketidakmerataan
pendapatan, pemerintah Indonesia bisa mencontoh tindakan yang dilakukan oleh
negara-negara maju. Di negara-negara maju sendiri distibusi pendapatan bisa
relatif merata karena adanya mekanisme yang efektif untuk mentransfer sebagian
pendapatan mereka dari si kaya kepada si miskin. Misalnya dengan pajak
pendapatan yang progresif, jaminan sosial, tunjangan pengangguran, penyediaan
makanan pokok, dan pembayaran-pembayaran lainnya demi kesejahteraan si miskin.
Selain itu juga diperlukan adanya penyebaran kepadatan penduduk dan penyebaran
pembangunan ke daerah-daerah sehingga dapat mengurangi ketimpangan distribusi
pendapatan relatif maupun absolut yang ada.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Apakah pengertian Neoklasik
(neo liberalisme) itu?
2.
Apakah perencanaan
pembangunan Indonesia bisa dilepaskan dari paradigma pembangunan ekonomi
Neoklasik (neo liberalisme)?
3.
Bagaimana kebijakan atau
strategi atau perencanaan untuk melepaskan diri dari neoliberalisme?
C.
Tujuan
Penulisan
1.
Mendeskripsikan pengertian
dari Neoklasik itu.
2.
Menjelaskan perencanaan
pembangunan Indonesia bisa terlepas dari paradigma pembangunan ekonomi
Neoklasik (neo liberalisme)
3.
Menjelaskan kebijakan atau
strategi atau perencanaan dalam melepaskan diri dari neoliberalisme
BAB II
PEMBAHASAN
A. Dasar Teori (Definisi Konsep)
Untuk menentukan model/ konsep/ teori
yang mengarah ke pembuatan kebijakan atau strategi perencanaan pembangunan
ekonomi yang memungkinkan atau tidak memungkinkan Indonesia untuk melepaskan
diri dari paradigma neoliberalisme alangkah lebih baiknya jika kita mengetahui
dan memahami konsep-konsep yang berkaitan dengan hal tersebut. Berikut ini
adalah beberapa konsep yang akan saya jelaskan terkait permasalahan di atas.
Konsep-konsep tersebut antara lain sebagai berikut:
1.
Pembangunan
Ekonomi
Jika berbeicara menegenai definisi
pembangunan, maka akan sulit bagi kita untuk menentukan definisinya secara
pasti. Hal ini dikarenakan setiap disiplin ilmu memiliki pandangan tersendiri
dalam mendefinisikan konsep pembangunan. Namun pada dasarnya pembangunan
merupakan suatu proses yang menjelaskan perubahan yang terus menerus menuju
perbaikan di segala bidang (ekonomi, politik, sosial budaya, teknologi, dll)
kehidupan masyarakat dengan bersandar kepada seperangkat nilai-nilai yang
dianutnya, yang menuntun menuju keadaan dan tingkat kehidupan yang
dicita-citakan.
Pembangunan ekonomi sendiri merupakan salah
satu bagian dari proses pembangunan. Pembanguan ekonomi tidak hanya sebatas
pada pertumbuhan ekonomi dan industrialisasi. Namun lebih dari itu pembangunan
ekonomi harus mampu diartikan ke dalam berbagai usaha perbaikan kualitas hidup
manusia dan berkaitanj erat dengan pembangunan pada bidang maupun sektor
lainnya, baik itu politik, sosial, bahkan budaya dan teknologi.
Salah satu pendekatan yang digunakan
dalam pembangunan ekonomi adalah pendekatan universalisme. Pendekatan ini mulai
muncul seiring dengan masuknya paham-paham liberal, globalisasi ekonomi,
revolusi informasi dan teknologi, dan saling ketergantungan antar bangsa yang
semakin terlihat jelas pada saat ini. Pendekatan ini menuntut bahwa pembangunan
ekonomi yang terjadi di suatu negara haruslah memunculkan demokratisasi ekonomi
yang nantinya akan dituangkan dalam kebijakan-kebijakan pemerintah yang
transparan dan tidak merugikan pihak-pihak tertentu.
2.
Pertumbuhan
dan Pemerataan
Setelah mengetahui makna pembangunan
ekonomi, tentunya tidak akan terlepas dengan konsep pertumbuhan dan pemerataan.
Petumbuhan dapat diartikan sebagai keadaan yang menggambarkan adanya
pertambahan kuantitas, maka pertumbuhan ekonomi secara singkat dapat dimaknai
sebagai keadaan bertambahnya jumlah yang berkaitan dengan bidang ekonomi
seperti pendapatan negara (APBN), pendapatan daerah (APBD), devisa negara, dll.
Sedangakan pemerataan merupakan suatu keadaan tersebarnya pendapatan-pendapatan
tersebut ke berbagai pihak sesuai dengan kapasitas dan kebutuhannya. Pemeratan
sendiri tidak dapat diartikan sama rata, namun harus sesuai dengan
porsi-porsinya.
Banyak pengkritik pola pembangunan
ekonomi yang dilakukan oleh negara-negara berkembang termasuk Indonesia. Mereka
beranggapan bahwa pertumbuhan ekonomi yang pesat selalu dibarengi kenaikan
dalam ketimpangan pembagian pendapatan atau ketimpangan relatif. Mereka juga
mengemukakan bahwa pertumbuhan ekonomi yang pesat selalu disertai dengan
kemerosotan dalam pembagian pendapatan atau kenaikan dalam ketimpangan relatif
implikasinya bahwa pemerataan dalam pembagian pendapatan hanya dapat dicapai
jika laju pertumbuhan ekonomi diturunkan. Dengan kata lain para pengkritik ini
mengatakan bahwa pertumbuhan tidak dapat selaras dengan pemerataan.
Pembangunan ekonomi yang mendasarkan
pada proses industrialisasi yang pesat, khususnya industri yang padat modal
akan menyebabkan peningkatan pengangguran, terutama di daerah perkotaan di mana
di situ merupakan tempat berdirinya industri-industri tersebut. Dari sini maka
dapat dikatakan bahwa pembangunan ekonomi tidak dapat jika hanya didasarkan
pada industrialisasi yang menekankan pertumbuhan pendapatan namun juga harus
memperhatikan pemerataan dari pendapatan tersebut.
3.
Paradigma
Neoklasik (Neoliberalisme)
Secara sederhana paradigma dapat
diartikan sebagai cara pandang atau kacamata untuk melihat suatu pemikiran
(teori). Menurut Thomas Kuhn “Paradigma diartikan sebagai satu kerangka
referensi atau pandangan dunia yang menjadi dasar keyakinan atau pijakan suatu
teori”. Paradigma dianggap kuat bukanlah karena benar atau salah melainkan
lebih disebabkan karena para pendukung paradigma ini lebih memilki kekuatan dan
kekuasaan dari para pengikut atau pendukungnya dan bukan karena paradigma yang
kuat tersebut lebih baik dari yang lemah atau yang dikalahkan.
Hal di atas berlaku secara universal
untuk semua paradigma termasuk dalam hal ini paradigma neoklasik atau
neoliberalisme dalam kaitannya dengan pembangunan ekonomi. Paradigma neoklasik
akan dianggap kuat jika paradigma ini dianut oleh negara-negara yang memilki
kekuatan ekonomi di dunia. Namun kuatnya paradigma ini juga tidak menentukan
bahwa paradigma inilah yang paling benar untuk semua negara di dunia. Hal tersebut dikarenakan ada sebagian negara
yang mungkin menolak paradigma ini.
Paradigma neoklasik (sjak tahun 1980
dikenal juga dengan nama neoliberalisme) merupakan sauatu paradigma ilmu
ekonomi yang menanganai bagaimana menciptakan atau meningkatkan kekayaan atau
kemakmuran materiil. Paradigma ini melihat bahwa pembangunan ekonomi adalah
upaya akumulasi kapital yang keberhasilannya diukur dengan produk nasional
bruto tahunan di negara tersebut. Dengan kata lain pembangunan ekonomi
berdasarkan paradigma ini adalah hanya mengukur hal-hal yang konkret dan kasat
mata saja dan mengabaikan hal-hal yang bersifat abstrak, seperti keadilan,
tingkat pendidikan, kesejahteraan, dll Sehingga siapapun yang tidak mau membantu
akumulasi kapital dipersilahkan untuk minggir.
4.
Kebijakan
atau Strategi Perencanaan Pembangunan Ekonomi
Kebijakan atau dalam bahasa inggris
sering digunakan istilah policy mempunyai
berbagai definisi dan pengertian. Kebijakan secara singkat dapat diartikan
sebagai pemanfaatan, pengelolaan, maupun pengalokasian berbagai sumber-sumber
daya maupun nilai-nilai kekuasaan yang ada dalam rangka memecahkan
permasalahan-permasalahan yang biasanya dibuat oleh pihak-pihak yang
berkepentingan dan berkaitan dengan permasalahan tersebut. Kebijakan sendiri
memilki beberapa implikasi, antara lain: 1) kebijakan mempunyai tujuan dan
berorientasi pada tujuan tersebut; 2) keijakan tersebut berisi tentang
tindakan-tindakan yang dilakukan oleh pihak-pihak pembuat kebijakan tersebut;
3) kebijakan merupakan tindakan yang benar-benar dilakukan bukan lagi berupa
tindakan yang akan dilakukan; 4) kebijakan dapat berdampak dan bersifat positif
maupun negatif; 5) kebijakan yang dibuat haruslah sesuai peraturan
perundang-undangan dan bersifat mengikat.
Dari uraian terkait definisi kebijakan
di atas, maka jika berbicara mengenai kebijakan
ekonomi dan strategi perencanaan pembangunan ekonomi keduanya memilki makna
yang hampir sama yakni mengarah pada suatu tindakan yang dibuat oleh
pihak-pihak yang berkepentingan di bidang ekonomi yang dalam hal ini dapat
diartikan pemerintah, lembaga keungan, eksportir, importir, pegawai perpajakan,
dll di mana mereka memanfaatkan, mengelola, dan mengalokasikan berbagai potensi
dan sumber daya ekonomi yang ada dalam rangka memecahkan masalah-masalah
pembangunan ekonomi yang sedang dihadapi.
Berbicara mengenai kebijakan maka tidak
akan dapat lepas dari apa yang disebut dengan studi mengenai kebijakan. Studi
mengenai kebijakan adalah hal-hal yang harus diperhatikan dan dipelajari
terkait pembuatan kebijakan tersebut, termasuk di dalamnya kebijakan pembangunan
ekonomi. Setidaknya ada lima hal yang harus diperhatikan dalam pembuatan
kebijakan, antara lain:
a. Sebab-sebab
lahirnya kebijakan
Studi
ini merupakan studi yang mengkaji tentang sebab-sebab yang mendorong kebijakan
ini dibuat atau mengapa pihak-pihak yang berkepentingan membuat kebijakan ini.
b. Aktor
atau pihak yang membuat kebijakan
Dalam
hal ini dikaji mengenai siap saja kelompok-kelompok kepentingan yang ikut andil
dan bertanggungjawab dalam pembuatan kebijakan ekonomi pembangunan ekonomi.
c. Implementasi
kebijakan
Persoalan
yang dibahas pada studi ini adalah berkaitan dengan bagaimana kebijakan
tersebut dilaksanakan agar nantinya dapat tercapai tujuan dari kebijakan
pembangunan ekonomi tersebut. Selain itu dalam hal ini peran aktor pembuat kebijakan
juga sangat penting dalam mengorganisir pelaksanaan program ini agar efekti dan
efisien.
d. Evaluasi
kebijakan
Evaluasi
kebijakan pada dasarnya adalah menilai semua hal baik itu proses maupun dampak
dari kebijakan yang telah dilaksanakan. Selain itu dalam evaluasi selain
melakukan penilaian juga harus mampu menentukan kebijakan yang lebih baik lagi
untuk permasalahan yang sama di kemudian hari.
e. Analisis
Kebijakan
Analaisi
kebijakan merupakan kajian yang mempersoalkan jenis maupun instrumen kebijakan
yang dapat digunakan untuk mencapai tujuan kebijakan secara efektif dan
efisien. Dengan kata lain bahwa pada analisis kebijakan merupakan aktivitas
penelitian kebijakan yang dilakukan untuk memberikan rekomendasi yang
bermanfaat bagi sebuah kebijakan pembangunan ekonomi.
B. Kebijakan atau Strategi Perencanaan
Pembangunan yang Memungkinkan di Indonesia
Pada pembahasan sebelumnya telah
dipaparkan mengenai beberapa definisi dan pengertian dari berbagai konsep yang
berkaitan dengan pembangunan ekonomi di Indonesia. Dari beberapa konsep
tersebut yaitu paradigma neoklasik (neoliberalisme). Paradigma ini sangat
berkaitan erat dan bahkan mungkin telah mempengaruhi pembangunan ekonomi di
Indonesia. Paradigma ini nampaknya telah menjadi sebuah paradigma ekonomi yang
kuat. Hal ini dikarenakan pendukung dari paradigma ini merupakan negara-negara
yang mempunyai kekuatan di dunia baik itu di bidang politik, sosial, teknologi
maupun ekonomi. Negara-negara tersebut merupakan negara-negara maju yang
mempunyai kekuatan ekonomi di dunia seperti, negara-negara eropa barat, amerika
serikat, dan negara-negara maju di Asia maupun Australia. Sehingga tidak
mengherankan jika negara-negara berkembang di dunia yang tergantung pada
negara-negara tersebut termasuk Indonesia akan terkena dampak dari
neoliberalisme
Paradigma neoliberalisme yang
dikemukakan pada dasarnya memandang bahwa pembangunan ekonomi selalu
mendasarkan pada mekanisme pasar. Segala sesuatu yang dapat diukur secara
kuantitas dan berupa materiil merupakan indikator dari keberhasilan pembangunan
ekonomi di suatu negara. Sehingga hal-hal yang berkaitan dengan sesuatu yang
abstrak, seperti keadilan, kesejahteraan, dan tingkat kehidupan sosial politik
masyarakat dianggap sebagai hal yang kurang penting dan bahkan diabaikan. Selain
itu paradigma ini juga memandang bahwa manusia hanya sebagai sumberdaya
sebagaimana layaknya mesin-mesin produksi. Sedangkan yang menguasai pasar
adalah sekelompok orang yang memilki modal atau kapital. Hal ini tentunya
sangat tidak sesuai dengan nilai-nilai demokrasi ekonomi yang berlaku di
Indonesia.
Demokrasi ekonomi sendiri memandang
bahwa pembangunan ekonomi selain menekankan pada pertambahan pendapatan namun
juga tidak melupakan pemerataan pendapatan. Sehingga dalam pembangunan ekonomi
tersebut sangat diperhatikan hal-hal yang berkaitan dengan keadilan dan
pemerataan tingkat kesejahteraan masyarakat. Berbeda jauh dengan paradigma
neoliberalisme yang menekankan pembangunan ekonomi dari sisi industrialisasi
saja, pada demokrasi ekonomi selalu menekankan pembangunan ekonomi yang
seimbang di berbagai bidang baik itu pertanian, industri, jasa, maupun
perdangan. Ukuran keberhasilan pembangunan ekonomi juga tidak hanya dilihat
dari hal-hal yang bersifat kuantitas atau materiil namun juga hal-hal yang
bersifat kualitas atau abstrak.
Melihat begitu kontrasnya perbedaan
antara pembangunan ekonomi neoliberalisme dengan pembangunan ekonomi yang
berdasar pada demokrasi ekonomi tentu tidak relevan jika paradigma
neoliberalisme tersebut turut mempengaruhi pembangunan ekonomi di Indonesia. Jika
benar terjadi maka akan banyak dampak yang akan ditimbulkan bagi masyarakat
Indonesia terutama bagi masyarakat kecil yang tidak memiliki kapital (modal). Selain
itu akan muncul berbagai dampak-dampak sosial di masyarakat, seperti
kemiskinan, kesenjangan, tingkat pendapatan dan kesejahteraan yang rendah, dan
pengangguran yang semakin besar.
Gejala lain yang akan timbul dari
masalah ini adalah kurangnya pemerataan terhadap pembangunan di daerah-daerah
terutama daerah-daerah yang jauh dari pusat dan masih tertinggal. Sistem
pelimpahan kekuasaan Indonesia yang desentralisasi (otonomi daerah) nantinya
akan membuat distribusi yang sulit dari pusat ke daerah-daerah yang akibatnya
daerah yang tertinggal akan semakin jauh tertinggal. Sehingga dampaknya akan
semakin besar baik itu di bidang politik, sosial, budaya maupun keutuhan
bangsa.
Paradigma neoliberalisme sangat tidak
cocok jika digunakan sebagai pijakan pembangunan ekonomi negara Indonesia.
Terlalu banyak dampak yang akan ditimbulkan nantinya jika paradigma ini
benar-benar digunakan sebagai dasar pembangunan di Indonesia. Meskipun
paradigma ini sangat memilki pengaruh yang kuat bagi pembangunan di berbagai
negara termasuk Indonesia. Indonesia harus mampu menentukan kebijakan untuk
menaggulangi masalah-maslah yang akan timbul, masalah-masalah tersebut antara
lain:
1. Transformasi
yang terlalu cepat?
Proses
perubahan atau transformasi struktural di Indonesia telah terjadi begitu cepat.
Hal ini terlihat jelas dari banyaknya muncul industri-industri baru yang semakin
meminggirkan sektor pertanian. Sektor Industri pun menjadi salah satu sektor
penyumbang APBN jauh di atas sektor pertanian. Dampaknya adalah meningkatnya
pengangguran di desa-desa yang mengakibatkan tingginya tingkat uebanisasi.
2. Hutang
luar Negeri dan Pajak
Masalah
lain yang akan timbul bagi negara Indonesia adalah membengkaknya hutang luar
negeri. Keadaan yang mengharuskan bagi setiap negara untuk memiliki modal dan
mengikuti perdagangan bebas di dunia membuat setiap negara harus menyediakan
dana yang besar. Sehingga hal ini membuat negara ketergantungan dengan negara
lain maupun perbankan dunia. Selain pendapatan negara yang didominasi oleh
pendapatan pajak tidak langsung kurang menjunjung tinggi asas keadilan.
3. Kemiskinan
dan Pemerataan
Kemiskinan
mungkin menjadi salah satu masalah yang akan timbul dari pembangunan ekonomi
neoliberalisme jika diterapkan di Indonesia. Tolok ukur atau indikator dari
kemiskinan itu sendiri sulit untuk didefinisikan sehingga tampak sulit jika
kita mengukur keberhasilan dalam hal pengentasan kemiskinan di Indonesia.
Pemerataan di Indonesia sendiri dapat dilihat secara lebih jelas bahwa setiap
tahunnya angka ketimpangan relatif Indonesia mengalami kenaikan. Fenomena yang
terjadi di Indonesia adalah konglomerasi sehingga dana-dana masyarakat
terkonsentrasi pada pengusaha-pengusaha besar saja.
4. Dimensi
lain dalam pembangunan ekonomi Indonesia
Banyak
hal lain selain ketiga masalah pokok yang telah dijelaskan sebelumya terkait
permasalahn yang akan timbul. Hal tersebut antara lain, timbulnya konflik di
masyarakat, kurang bersinergi antara politik, ekonomi dan sosial dalam
mewujudkan pembangunan ekonomi yang demokratis.
Setelah melihat berbagai dampak atau
masalah yang nantinya akan ditimbulkan dari pola pembangunan neoliberalisme
sangatlah penting bagi pemerintah selaku pembuat kebijakan untuk menentukan
strategi perencanaan pembangunan ekonomi di Indonesia yang sekiranya
memungkinkan untuk melepaskan dari paradigma neoklasik (neoliberalisme).
Program atau kebijakan ini nantinya dapat menjadi sebuah strategi perencanaan
pembangunan ekonomi di Indonesia yang berlandaskan atas asas demokrasi dan
keadilan. Pembangunan yang dilaksanakan hendaknya lebih transparan, adil, dan
bertanggungjawab terhadap semua pihak termasuk rakyat kecil. Program-program
tersebut antara lain:
1. Mobilitas
Sektor Perdesaan
Program
ini merupakan strategi pembangunan yang paling penting karena dengan
memobilisasi sektor-sektor yang ada di perdesaan. Dengan demikian diharapkan
bahwa pembangunan juga akan dinikmati oleh masyarakat desa. Sehingga nantinya
sistem pelimpahan kekuasaan di Indonesia yang desentralisasi bukan menjadi
suatu penghambat pembangunan ekonomi yang berasas demokrasi dan keadilan.
Hal-hal konkrit yang dapat dilakukan pemerintah untuk melakukan program ini
antara lain dengan kebijakan Inpres Desa Tertinggal, Pembangunan irigasi,
kredit bank dengan suku bunga rendah, penyuluhan bagi masyarakat desa, dll.
Nantinya dengan program ini diharapkan bahwa pendapatan masyarakat desa akan
meningkat sehingga mengurangi pengangguran dan tingkat urbanisasi masyarakat
desa ke kota-kota besar.
2. Penggalaan
Industri yang Berorientasi Ekspor, terutama Industri kecil yang Padat Karya
Program
ini merupakan program yang berupa penyediaan lapangan kerja berupa pembangunan
industri kecil yang mana barang-barang yang diproduksi dari industri tersebut
diorientasikan untuk diekspor. Tujuan dari program ini adalah untu mengurangi
pengangguran, menambah pendapatan devisa negara, dan untuk meningkatkan
efisiensi dan daya saing industri-industri kecil terhadap industri-industri
besar. Program ini akan berjalan dengan baik jika pemerintah mampu memberikan
sumber kredit dengan bunga rendah, bantuan teknis dan kemudahan pelayanan untuk
melakukan ekspor melalui kawasan ekspor dan kawasan industri yang tersebur di
Indonesia.
3. Bangunan,
perumahan dan jasa-jasa pelayanan
Meningkatnya
pembangunan perumahan dan jasa-jasa layanan (ruamh sakit, sekolah, puskesmas,
dll) seharusnya mampu dijadikan peluang untuk memperluas lapangan pekerjaan.
Proyek tersebut alangkah baiknya jika dikerjakan dengan sitem padat karya dan
bukan padat modal. Selain itu pembangunan jasa-jasa layanan jangan hanya
bertumpu pada daerah daerah perkotaan. Sudah seharusnya desa juga memilki
sekolah, rumah sakit yang memadai guna meningkatkan tingkat kesejahteraan
masyrakat desa.
4. Perbaikan
struktur, suku bunga dan alokasi kredit
Program
yang tak kalah pentingnya dalam menangani maslah ini adalah perbaikan
perbankan, baik itu dari segi struktur, suku bunga dan alokasi kredit.
5. Upah
dan harga
Program
selanjutnya adalah berkaitan dengan upah buruh, karyawan maupun pegawai. Upah
minimum janganlah menjadi patokan suatu perusahaan untuk menggaji pegawainya.
Upah minimum pada dasarnya hanya sebagi pelindung bagi buruh yang kurang berkualitas
agar tidak menerima upah yang terlalu rendah. Sudah selayaknya upah harus
disesuaikan dengan kebutuhan para buruh.
6. Kebijaksanaan
fiskal
Kebiajakn
fiskal merupakan kebijakan yang erat kaitannya dengan perpajakan. Apalagi
pendapatan nasional indonesia mayoritas berasal dari pajak, baik itu pajak
langsung dan tidak langsung termasuk bea dan cukai barang-barang impor.
7. Pendidikan
Pendidikan
merupakan salah satu sarana mobilitas sosial yang paling efektif. Dengan
pendidikan yang baik di suatu negara akan menghasilkan SDM yang berkualitas dan
nantinya mampu bersaing dalam persaingan pasar bebas yang tidak dapat dihindari
lagi.
Program-program atau kebijakan di atas
pada dasarnya mengarah pada suatu konsep pembangunan ekonomi yang berlandaskan
pada poltik ekonomi yang demokratis. Konsep yang telah dikemukakan oleh
founding father negara ini, yakni Ir. Soekarno. Ir. Soekarno sendiri menganggap
bahwa konsep ini telah mempunyai nilai-nilai yang terkandung dalam jiwa bangsa
Indonesia dan pancasila.
Politik ekonomi demokratis ini
bertentangan dengan enonomi neoliberalisme yang mana paradigma selain
memfokuskan pada peningkatan kemakmuran, tetapi juga bagaimana produksi,
distribusi dan konsumsi kemakmuran tersebut diorganisasikan. Sehingga bukan
hanya menjadikan manusia atau individu tersebut menjadi makmur namun yang lebih
penting adalah menemukan penyelesaian bagi masalah kemiskinan dan perbaikan
kondisi hidup manusia. Selain itu yang menjadi peran utama pada pembangunan
ekonomi bukan hanya pasar melainkan juga memperhatikan peran dari
lembaga-lembaga sosial dan politik bahkan birokrasi dan pemerintahan.
Jika negara Indonesia mampu menjadikan
politik ekonomi demokratis ini sebagai pijakan pembangunan ekonomi. Bukan tidak
mungkin jika nantinya negara ini akan mencapai suatu keberhasilan pembangunan,
baik itu dalam hal pertumbuhan dan pemerataan. Selain itu bentuk otonomi daerah
yang dianut Indonesia nantinya akan menjadi harapan yang menjanjikan bagi
keberhasilan pembangunan. Dengan otonomi daerah, pemerintah daerah memilki
kewenangan untuk membuat kebijakan yang sesuai dengan karakteristik wilayah dan
aspirasi masyarakat. Namun harapannya juga bahwa pembangunan jangan sampai
mengorbankan sumber daya alam. Telah banyak bukti bahwa pertumbuhan ekonomi
telah menjadikan pemanfaatan sumber daya alam menjadi tidak terkendali.
DAFTAR
PUSTAKA
Arsyad, Lincolin. (1992). Ekonomi Pembangunan. Edisi Kedua.Yogyakarta:
Bagian Penerbitan Sekolah
Tinggi Ilmu Ekonomi YKPN
Basri, Faisal. (1995). Perekonomian Indonesia Menjelang Abad XXI
Distorsi, Peluang dan Kendala. Jakarta: Penerbit Erlangga
Baswir, Revrisond. (1999). Dilema Kapitalisme Perkoncoan.
Yogyakarta: Institute of Development and Economic Analysis (IDEA)
Budiman, Arief. (1996). Teori Pembangunan Dunia Ketiga. Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama
Djojohadikusumo, Sumitro.
(1994). Perkembangan Pemikiran Ekonomi:
Dasar Teori Ekonomi Pertumbuhan dan Pembangunan. Jakarta: LP3ES
Fakih, Mansour. (2009). Runtuhnya Teori Pembangunan dan Globalisasi.
Yogyakarta: INSISTPress
Irawan dan Suparmoko. (1990). Ekonomi Pembangunan. Edisi Keempat.
Yogyakarta: BPFE
MacAndrews, Collin., Amal. (1993). Hubungan Pusat-Daerah dalam Pembangunan.
Jakarta: PT RajaGrafindo Persada
Pimpinan MPR dan Tim Kerja Sosialisasi
MPR Periode 2009-2014. (2013). Empat
Pilar Kehidupan Berbangsa dan Bernegara. Jakarta: Sekretariat Jenderal MPR
RI
Rosyadi, Slamet. (2010). Paradigma Baru Manajemen Pembangunan.
Yoyakarta: Penerbit Gava Media
Todaro, Michael P. (1994). Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga. Jilid 1. Edisi Keempat.
Jakarta: Erlangga
Wie, Thee Kian. (1980). Pembangunan Ekonomi dan Pemerataan Beberapa
Pendekatan Alternatif. Jakarta: LP3ES
Yuliani,
Sri. (2004). Pengantar Ilmu Administrasi
Negara. Surakart.
0 komentar
Posting Komentar