Masyarakat Dari Sisi Antropologi
1.
Istilah
“masyarakat” merupakan istilah yang paling lazim digunakan untuk menyebut suatu
kelompok kolektif manusia. Masyarakat juga merupakan objek kajian dari
antropologi dan sosiologi. Sebelum lebih jauh membicarakan menegenai defisi
masyarakat, untul lebih baiknya kita simak beberapa pendapat para ahli mengenai
definisi masyarakat itu sendiri.
a.
Mac Iver dan Page
(1961:5) menyatakan bahwa:
“masyarakat
ialah suatu sistem dari kebiasaan dan tata cara, dari wewenang dan kerjasama
antara berbagai kelompok dan penggolongan dari pengawasan tingkah laku serta
kebebasan-kebebasan manusia. Keseluruhan yang selalu berubah ini kita namai
masyarakat. Masyarakat merupakan jalinan hubungan sosial. Dan masyarakat selalu
berubah”.
b.
Raplh Linton (1936:
31) menyatakan bahwa “masyarakat merupakan setiap kelompok manusia yang telah
hidup dan bekerja bersama cukup lama sehingga mereka dapat mengatur diri mereka
dan menganggap diri mereka sebagai suatu kesatuan sosial dengan batas-batas yang
dirumuskan dengan jelas”.
c.
Selo Soemardjan
(1968) menyatakan “masyarakat adalah orang-orang yang hidup bersama, yang
menghasilkan kebudayaan”.
Dari beberapa definisi di atas, maka saya dapat mengambil
beberapa poin-poin yang itu merupakan unsur-unsur terbentuknya masyarakat,
yaitu
1.
Ada dua orang atau
lebih yang hidup bersama
2.
Ada batas-batas
wilayah tempat mereka berada
3.
Hidup bersama dalam
jangka waktu yang relatif lama
4.
Adanya suatu
kesadaran bahwa mereka merupakan satu kesatuan
5.
Memungkinkan untuk
menghasilkan suatu budaya tertentu
Selain itu masyarakat juga dapat terbentuk karena
beberapa faktor tertentu, antara lain sifat dasar masyarakat yang merupakan
makhluk sosial yang membuat mereka tidak pernah dapat lepas fari orang lain.
Selain itu juga disebabkan oleh tingkat kebutuhan manusia yang semakin kompleks
yang menyebabkan manusia untuk saling bekerja sama satu sama lain demi
tercapainya suatu tujuan, yakni pemenuhan kebutuhan.
Dari uraian tersebut maka saya dapat menarik suatu
kesimpulan bahwasannya masyarakat
merupakan sekelompok manusia yang hidup dan bekerjasama dalam waktu yang
relatif lama dalam suatu wilayah dengan batas-batas tertentu, yang pada
dasarnya bertujuan untuk memenuhi kebutuhan serta tujuan manusia itu sendiri
yang pada akhirnya nanti mampu menghasilkan suatu kebudayaan tertentu akibat
dari adanya interaksi antar manusia.
Oleh karena perkembangan jaman dan semakin kompleksnya
kebutuhan manusia maka banyak muncul masyarakat-masyarakat tertentu.
Perkembangan masyarakat tersebut dapat didasarkan kepada tingkat kekuasaan
mayarakat, tingkat kebudayaan, maupun dilihat dari wilayah keberadaannya. Salah
satu jenis perkembangan masyarakat adalah munculnya masyarakat mayoritas dan
minoritas.
Kinloch berpendapat bahwa “kelompok orang yang disebut
mayoritas adalah orang-orang yang memiliki kekuasaan, menganggap dirinya normal
dan memiliki derajat yang lebih tinggi” (Kinloch, 1979:38). Kalau kita pahami
kembali yang dimaksud dengan masyarakat mayoritas ialah orang-orang yang
biasanya memiliki kekuasaan dalam masyarakat tersebut, baik itu kekuasaan
politik, ekonomi, maupun sumber daya alam. Selain itu dapat dikatakan pula
bahwa kelompok mayoritas biasanya menganggap dirinya paling benar dan memandang
remeh kelompok lain. Hal tersebut dapat dilakukan melaui berbagai jalan,
misalnya pembedaan tarif pajak kepada kelompok lain yang dianggap kurang oleh
masyarakat mayoritas selain itu dapat juga dilakukan melalui pemerataan
pendapatan yang tidak sama antara kelompok mayoritas dengan kelompok lain.
Kekuasaan kelompok mayoritas biasanya kurang dapat dikendalikan, hal ini
dikarenakan jumlah anggota mereka yang biasanya juga lebih banyak dari kelompok
lain.
Contoh konkret kelompok atau masyarakat mayoritas dapat
kita lihat di Indonesia yang mayoritas dipegang oleh masyarakat jawa.
Masyarakat jawa dianggap mayoritas karena selain penduduknya yang besar juga
tingkat kekuasaannya yang tinggi. Banyak masyarakat jawa yang menguasai ekonomi
dan politik. Hal ini mengakibatkan masyarakat jawa merasa paling baik dibanding
masyarakat jawa. Dampaknya yang dapat kita lihat secara langsug adalah tingkat
pembangunan yang cenderung terpusat di jawa.
Kinloch juga berpendapat mengenai masyarakat minoritas,
yaitu “mereka yang tidak memiliki kekuasaan, dianggap lebih rendah karena
memiliki ciri tertentu: cacat secara fisik ataupun mental sehingga mereka
mengalami eksploitasi dan diskriminasi” (Kinloch,
1979:38). Dapat kita lihat bahwa yang diamaksud dengan masyarakat minoritas
ialah mereka yang sama sekali tidak memiliki kekuasaan baik itu di bidang
politik, ekonomi, maupun sumber daya. Selain itu dapat dikatakan juga bahwa
mereka yang dianggap cacat, baik itu secara fisik maupun mental juga merupakan
masyarakat minoritas. Masyarakat minoritas biasanya juga kurang mendapat
perlakuan yang baik mereka cenderung dieksploitasi dan didiskriminasi oleh
kelompok lain.
Contoh konkret dapat kita lihat pada kasus tentang
munculnya politik apharteid. Sebelum munculnya politik tersebut, masyarakat
kulit hitam (negro) dianggap sebagai masyarakat minoritas, karena mereka
dianggap cacat. Hal ini mengakibatkan masyarakat kulit hitam tidak mempunyai
kesempatan untuk memperoleh kekuasaan apapun. Berbagai bentuk diskriminasi dan
eksploitasi dialami oleh masyarakat kulit hitam. Sampai akahirnya kulit hitam
mampu memberontak dan memunculkan sebuah politih kesetaraan antara kulit hitam
dan kulit putih yang lebih dikenal dengan Apharteid.
Bentuk masyarakat lain yang dapat kita lihat adalah
masyarakat perkotaan dan perdesaan. Menurut Mac Iver dan Page “masyarakat
perdesaan adalah suatu wilayah kehidupan yang ditandai oleh suatu derajat
hubungan sosial tertentu. Dasar-dasar dari masyarakat setempat adalah lokalitas
dan perasaan semasyarakat setempat”. Dari definisi ini saya dapat menjabarkan
tentang masyarakat perdesaan. Pada hakikatnya masyarakat perdesaan memiliki
hubungan yang lebih erat antara warga satu dengan lainnya. Jadi dapat dikatakan
bahwa masyarakat perdesaan lebih mengutamakan solidaritas dan ikatan batin dari
para anggotanya. Selain itu jika dilihat dari mata pencahariannya masyarakat
perdesaan biasanya bekerja sebagai tukang kayu, petani, nelayan, serta sering
menggunakan sistem ijon dalam jial beli hasil pertanian. Masyarakat perdesaan
juga masih menggunakan tanah sebagai acuan untu berbagai hal.
Contoh konkret masyarakat perdesaan dapat dilihat di
daerah wonogiri. Di sana banyak sekali bentuk masyarakat perdesaan. Mata
pencaharian yang menjadi mayoritas adalah bercocok tanam meskipun ada sebagian
yang bekerja sebagai pegawai, pedagang, maupun buruh. Selain itu masyarakat
daerah wonogiri masih menggunakan sistem tanah untuk berbagai hal, misalnya
dalam hal penggajian buruh tani yang biasanya dengan hasil sebagian persawahan
dari orang yang memperkerjakannya.
Sedangkan yang dimaksud dengan masyarakat perkotaan atau
urban community adalah masyarakat kota yang tidak tertentu jumlah penduduknya.
Tekanan pengertian “kota”, terletak pada sifat dan ciri krhidupan yang berbeda
dengan masyarakat perdesaan. Jadi dapat dikatakan bahwa terdapat perbedaan yang
mencolok antara masyarakat perdesaan dan perkotaan. Masyarakat kota memiliki
pandangan mengenai penggunaan kebutuhan hidup, sehubungan dengan pandangan
masyarakat sekitarnya. Masyarakat kota biasanya memiliki sifat individualisme,
yaitu mengurus dirinya sendiri tanpamemperhatikan orang lain. Selain itu dasar
yang menjadi interaksi antar masyarakat dalam masyarakat perkotaan adalah
keuntungan atau material. Jadi mereka hanya akan berinteraksi atas dasar uang
atau barang tertentu yang berharga. Jika dibandingkan dengan masyarakat
perdesaan, tingkat rasionalitas masyarakat perkotaan dapat dikatakan lebih
tinggi.
Contoh konkret dapat kita lihat pada kehidupan masyarakat
kota jakarta. Masyarakat kota jakarta cenderung individualis dan kurang
memperhatikan keadaan orang lain. Mereka dapat dikatakan cuek dan acuh dengan
keadaan masyarakat sekitarnya. Selain itu masyarakat kota jakarta biasanya
hanya ingin bekerja sama atas dasar materi. Sikap berfikir rasionalitas menjadi
sangat penting bagi masyarakat jakarta. Masyarakat jakarta juga mayoritas
bekerja di sektor perdagangan dan industri.
Selain bentuk masyarakat di atas kita juga mengenal
adanya masyarakat modern dan tradisional. Masyarakat modern adalah masyarakat
yang cenderung memilih untuk mengikuti segala bentuk perkembangan jaman baik
dari segi teknologi, budaya, maupun komunikasi yang dianggap akan memberikan
manfaat yang lebih serta mampu meningkatkan efektifitas dan efisiensi kerja dan
mulai meninggalkan tradisi-tradisi lama yang dianggap kolot dan kurang berarti.
Masarakat dikatakan modern bukan hanya dilihat dari segi perkembangan fisiknya
saja, melainkan juga dapat dilihat melalui tingkat pemikiran yang lebih maju.
Masyarakat denngan tingkat pemikiran yang lebih maju dianggap lebih modern
dibandingkan dengan masyarakat terbelakang lainnya. Memang dalam masyarakat
modern. Karena perkembangan teknologi alat-alat perhubungan atau komunikasi,
ikatan pada tempat tinggal akan berkurang, akan tetapi hal ini secara tidak
langsung akan mampu mempengaruhi wilayah-wilayah daerah sekitarnya. Masyarakat
modern juga cenderung mengutamakan efektifitas dan efisiensi kerja. Karena bagi
mereka waktu adalah uang.
Contoh konkret masyarakat modern adalah masyarakat
jepang. Masyarakat jepang selalu menggunakan kemajuan teknologi untuk efisiensi
kerja. Hal ini dapat terlihat pada sistem pertanian di jepang, meskipun
pertanian merupakan mata pencaharian tradisional mereka menggunakan alat-alat
canggih yang dapat mempercepat kerja petani. Selain itu tidak perlu banyak
waktu dan tenaga yang terbuang untuk suatu pengerjaan lahan pertanian. Hasilnya
pun juga dapat dikatakan lebih banyak dibandingkan dengan menggunakan cara
bertani tradisional.
Selain adanya
masyarakat modern juga dikenal adanya masyarakat trdisional. Masyarakat
tradisional adalah sekelompok orang di suatu wilayah tertentu yang di mana
mereka masih kekeh dalam mempertahankan tradisi atau cara-cara lama mereka.
Baik itu dilihat dari segi teknologi, komunikasi, maupun cara berfikir. Masyarakat
tradisional biasanya mempunyai cara berfikir yang kurang realistis. Mereka
biasanya masih percaya dengan kekuatan-kekuatan magis yang ada di luar diri
mereka. Masyarakat tradisional biasanya juga sulit untuk menerima budaya baru
yang masuk, meskipun budaya tersebut nantinya akan mampu memberiakan pengaruh
yang lebih baik. Mereka menganggap bahwa dengan masuknya budaya baru akan
merusak keaslian budaya leluhur mereka. Meskipun demikian ada juga masyarakat
tradisional yang lambat laun akan mengikuti adanya perkembangan jaman. Hal
tersebut terjadi karena tingkat kebutuhan manusia yang semakin kompleks seiring
perkembangan jaman.
Contoh masyarakat tradisional dapat kita temui pada
kehidupan masyarakat pedalaman suku-suku di Indonesia. Misalnya suku pedalaman
di pulau papua. Masyarakat papua masih menggunakan cara hidup secara
tradisional. Mereka cenderung masih mempertahankan budaya lama mereka. Dari
segi pakaianpun dapat dilihat bahwa mereka masih menggunakan pakaian
tradisional. Cara hidup mereka yang masih bergantung pada alam liar menunjkkan
bahwa mereka masih dapat dikatakan masyarakat tradisional. Meskipun tanah papua
memiliki potensi alam yang begitu luar biasa menjadi sia-sia karena
masyarakatnya tidak mampu mengeksplor kekayaan alam mereka.
Dalam masyarakat modern terkadang akan melupakan tradisi
asli mereka. Tradisi merupakan warisan turun-temurun yang wajib dilestarikan
oleh para pemiliknya. Dalam masyarakat modern bukanlah suatu keharusan untu
menghilangkan tradisi mereka. Karena biar bagaimanapun dari tradisi tersebut
pasti memiliki manfaat tersendiri bagi kelangsungan hidup masyarakat tanpa
disarinya. Tradisi dalam masyarakat modern harusnya tetap dijaga
kelestariannya. Hal ini berkaitan dengan generasi mereka selanjutnya, yang
apabila tradisi itu tidak diwariskan maka lambat laun tradisi itu juga akan
hilang.
Contoh konkretnya, di solo yang merupakan kota modern
masih menjunjung tinggi nilai tradisi yang ada. Banyak sekali tradisi kota solo
yang masih dilestarikan sampai sekarang, antara lain grebeg sekaten, batik,
kirab kyai slamet, dll. Dilestariakannya tradisi ini bukanlah tanpa tujuan
melainkan hal ini bertujuan selain menjaga keaslian tradisi solo, ternyata
tradisi ini memiliki manfaat yang begitu besar, pada acara sekaten secara tidak
langsung kita melakukan perbaikan ekonomi bagi para pedagang sekaten. Selain
itu dengan diadakannya sekaten diharapkan akan menumbuhkan kerukunan dan
solidaritas warga kota soloyang mulai terkikis seiring perkembangan jaman.
Dengan terus dilestarikannya tradisi di kota modern diharapkan akan mampu
menjadikan kota atau masyarakat tersebut berwawasan global dan tetap
mempentahankan nilai-nilai kerukunan, solidaritas, dan toleransi antar warga
masyarakat.
2.
Suatu perspektif
atau pendekatan antropologi menurut minat luas para antropolog adalah minat
mengenai masyarakat (sebagai satuan belajar) atau kebudayaan (sebgai perangkat
gagasan, aturan-aturan, keyakinan-keyakinan yang dimiliki bersama).
Pengkhususan minat ini menjadi sedikit lebih rumit daripada penyebutan
antropologi sosial (disiplin sebagaimana dipraktikkan di inggris dan beberapa
lain) dan antropologi budaya (sebagaimana dipraktikkan di amerika utara)
sebagaimana diutarakan antara lain oleh adam Kuper (1988).
Setidaknya ada 4 macam pendekatan dalam antropologi
tentang kebudayaan dan kepribadian, yaitu:
1.
Konfigurasionalitas
Pendekatan
ini menjelaskan tentang perumusan yang sangat abstrak tentang integrasi suatu
kebudayaan dan kepribadian masyarakat.
R.
F Benedict menjelaskan tentang 3 kelompok masyarakat kwakiutle di barat laut
amerika, Zuni (Indian pablo)dan Dobu (Melanesia).
·
Penuh persaingan
maka kepribadiannya iri
·
Tenggang rasa
menciptakan damai
·
Curiga, karena
khawatir disihir
Hal
ini menunjukkan bahwa manusia pada akhirnya memahami bahwa kebudayaan
berpengaruh pada kehidupan sehari-hari.
2.
Modal kepribadian
dan kepribadia dasar
Modal
kepribadian dan kepribadian dasar adalah suatu pendekatan yang memahami bahwa
kepribadian umum siatu masyarakat yang terlihat dalam tendensi sentral distribusi.
Sedangkan kepribadian dasar adalah tipe kepribadian yang sering muncul dalam
sebuah masyarakat.
3.
Pendekatan
kepribadian nasional
Ide
karakter nasional tidak terlepas dari tokoh herodotus, sekitar 2400 tahun yang
lalu.pendekatan ini memahami bahwa suatu bangsa akan memiliki tingkah laku yang
khas.
4.
Lintas kebudayaan
Dari ke empat
pendekatan tersebut yang menurut saya paling tepat digunakan untuk menentukan
hubungan antara budaya dan kepribadian bangsa Indonesia adalah pendekatan
konfigirasionalitas. Karena apabila kita lihat pada scope yang luas, yaitu pada
antarsuku dan antar bangsa di Indonesia. Studi antropologi menunjukkan dengan
jelas bagaimana besar perbedaan dan keragaman kultur antarsuku dan antarbangsa
itu. Perbedaan dan keragaman itu bahkan mengenai norma-norma universalnya, dan
juga pada tema (atau konfigurasi) kulturalnya sekali. Itulah sebabnya maka
melalui isi ajaran budaya yang disosialisasikan yang ternyata berbeda-beda itu,
kepribadian-kepribadian yang terbentuk pada berbagai bangsa itu akan menjadi
berbeda-beda dan beragam pula.
Seperti yang kita
ketahui juga bahwasannya kepribadian terbentuk melaui pola pengasuhan dan
sejarah. Pola pengasuhan dapat berupa penanaman nilai, motivasi, sikap, norma,
dll. oleh karena itu jika pengasuhan serta penanaman nilai dan norma pada
setiap suku bangsa berbeda-beda maka kepribadian yang terbentuk pun juga aan
berbeda-beda.
Sebagai gambaran
dan contoh konkretnya seperti ini, pada masyarakat jawa diajarkan nilai untuk
sopan santun, ramah tamah, dan lemah lembut maka kepribadian yang akan
terbentuk pada masyarakat jawa juga tidak jauh bebeda dengan niali yang
diajarkan. Contoh lain pada masyarakat madura, di madura selalu ditanamkan
nilai dan norma untuk selalu tegas, kerja keras, dan berani. Maka kepribadian
yang akan terbentuk pada masyarakat madura kebanyakan juga tidak akan jauh
berbeda dengan pola asuhnya.
3.
Menurut saya
stratifikasi sosial adalah suatu pelapisan masyarakat secara hierarkis dan
vertikal yang disasarkan atas berbagai kriteria tertentu, dapat berupa
kekayaan, pendidikan, kekuasaan dll. Dalam statifikasi sosial dikenal adanya
top class, midlle class, and lower class. Jadi dalam stratifikasi sosial selalu
diperhitungkan siapa yang di atas dan siapa yang di bawah dan biasanya yang di
atas akan memiliki peranan dan kekuasaan yang lebih besar dari pada yang di
bawahnya. Terbentuknya stratifikasi dapat secar sendiri maupun sengaja dibentuk
untuk tujuan tertentu.
Beberapa definisi para ahli yang mengemukakan pendapat
tentang stratifikasi sosial, antara lain:
1.
Pitirim A. Sorokin
“Stratifikasi
sosial adalah pembedaan penduduk atau masyarakat ke dalam kelas-kelas secara
bertingkat (hirarkis)”.
2.
Paul B. Horton dan
Chester L. Hunt
“Terbentuknya
stratifikasi dan kelas-kelas sosial di dalamnya sesungguhnya tidak hanya
berkaitan dengan uang. Stratifikasi sosial
adalah suatu strata atau pelapisan orang-oramg yang berkedudukan sama
dalam kontinum atau rangkaian kesatuan status sosial”.
3.
Jeffris dan
Ransford (1980)
“Di
dalam masyarakat pada dasarnya bisa dibedakan 3 macam stratifikasi sosial,
yaitu:
·
Hierarki kelas,
yang didasarkan pada penguasaan atas barang dan jasa;
·
Hierarki kekuasaan,
yang didasarkan pada kekuasaan; dan
·
Hierarki status,
yang didasarkan atas pembagian kehormatan dan status sosial”.
Stratifikasi sosial sangat berhubungan erat dengan mata
kuliah yang sedang saya pelajari yaitu Antropologi, karena pada dasarnya
stratifikasi sosial merupakan salah satu kajian dalam ilmu antropologi maupun
sosiologi. Meskipun mirip pada dua mata kuliah tersebut pada dasarnya ada
perbedaan khusus di antara keduanya.
Tidak hanya pada mata kuliah antropologi dan sosiologi
saja. Stratifikasi sosial juga erat kaitannya dengan mata kuliah lain seperti
ilmu administrasi negara. Pada administrasi negara dipelajari mengenai
administrasi dan manajemen, yang mana pada salah satu bagiannya adalah
staffing. Staffing adalah suatu fungsi manajemen yang bertujuan untuk
menempatkan posisi seseorang secara hierarki sesuai kemampuannya. Dari sini
sama halnya kita membuat stratifikasi sosial. Yaitu pelapisan masyarakat atau
kelompok orang berdasarkan kriteria tertentu secara hierarki. Dengan demikian
jelaslah bahwa hubungan stratifikasi sosial dan mata kuliah yang sedang saya
pelajari sangatlah erat.
DAFTAR PUSTAKA
Saifuddun, Achmad
F. (2006). Antropologi Kontemporer Suatu Pengantar Kritis Mengenai Paradigma.
Jakarta: Prenada Media Group.
Soekanto, Soerjono.
(1990). Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Narwoko, J.,
Suyanto, B. (2006). Sosiologi Teks Pengantar & Terapan. Jakarta: Prenada
Media Group.
Koentjaraningrat. (1990). Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Rineka
Cipta.
1 komentar
Paparan yg sangat mengagumkan meski harus merasakan kelelahan mata namun paling tdk sy bs lebih membuka wawasan lebih luas lg serta makin menambah wawasan saya. Terimakasih...
Posting Komentar